Gurupun Kena Bully
Masalah bullying yang seringkali dieskpos memang
biasanya adalah bullying yang dilakukan oleh guru terhadap murid. Padahal nih,
peristiwa bullying ini juga terjadi pada guru. Banyak lho, guru yang sebenarnya
di-bully sama muridnya. Saya sendiri, selama saya menjalani pendidikan SD-SMA
dulu, saya sering sekali melihat dan mendengar guru yang di-bully oleh
murid-muridnya. Tidak hanya selama sekolah sih, selama kuliah pun sama saja.
Bentuk bullying yang biasanya murid lakukan terhadap gurunya, biasanya bukan
dalam bentuk kekerasan secara fisik, tetapi biasanya lebih kepada
perkataan-perkataan atau sikap yang sebenarnya tidak etis, seperti mengatai
atau mengejek gurunya, memfoto guru (yang mereka anggap ‘lucu’), kemudian di
upload ke media social, lalu membicarakannya. Ada Guru yang penampilannya
sedikit aneh, dikata-katai. Ada guru yang secara fisik misalnya (maaf) gemuk,
juga dikata-katai. Ah, banyak cara yang dilakukan murid untuk mem-bully guru.
Saya ingat sekali, dulu waktu SMA, guru yang
sering menjadi sasaran anak-anak adalah guru Bahasa Sunda, Lingkungan Hidup,
dan Tata Busana. Bahasa Sunda, memang seringkali dianggap pelajaran yang tidak
begitu penting bagi murid-murid, sehingga memang dari awal, murid-murid sudah
malas untuk memperhatikan pelajaran ini. Biasanya, ketika guru Bahasa Sunda
menerangkan, murid-murid asyik mengerjakan yang lain. Dan kebetulan, guru
Bahasa Sunda saya SMA dulu, memang saya akui agak ‘garing’. Kurang bisa
menciptakan suasana belajar yang asyik, dan terkesan datar. Biasanya, memang
guru-guru yang (maaf), ‘garing’ itulah yang menjadi sasaran bully-an anak-anak.
Hal serupa juga dialami oleh guru pelajaran Lingkungan Hidup. Kalau guru Tata
Busana, disamping memang juga dianggap ‘garing’, model tatanan rambut guru saya
saat itu yang bergaya ‘bob’ dan memakai bando, sering dibilang mirip kartun
Dora The Explorer, sehingga kalau beliau datang, biasanya murid-murid pada
berkata, “Si Dora dateng, Si Dora dateng…!”. Aduh, jleb ya.
Kemarin, saya pun membaca sebuah artikel di CNN,
yang berjudul “Educators: Kids are not the only ones bullied”. Rosalind
Wiseman, seorang guru di Amerika mengatakan, “I’ve had erasers thrown at me,
among other things, but these are things that teachers go through”. Rosalind
pernah mengalami dilempar penghapus oleh muridnya. Itu adalah salah satu contoh
jelas dimana seorang murid berlaku sangat tidak etis kepada gurunya. Bahkan,
menurut penelitian yang dilakukan oleh The Canadian Teachers Federation pada
tahun 2005, sepertiga guru di Ontario, Kanada sudah pernah mengalami bully oleh
muridnya sendiri (sumber: CNN, 2012). Dan saya yakin, di Indonesia pun banyak
sekali guru-guru yang sebenarnya pernah mengalami hal yang sama.
Biasanya, alasan mengapa guru-guru jarang sekali
ada yang melaporkan tingkah muridnya yang berperilaku tidak mengenakkan adalah
karena takut merusak image sekolah dan juga tidak mau mendapatkan image bahwa
dia tidak mampu mengontrol murid-muridnya dengan baik. Memang ada beberapa guru
yang terkesan pasrah, padahal dia tau dia sedang dibicarakan oleh muridnya
sendiri atau tidak diperhatikan oleh muridnya selama dia mengajar. Tetapi
sebagai murid, tentu saja hal itu tidak boleh dimanfaatkan untuk bisa berlaku
seenaknya terhadap guru. Saling menghargai, itu yang harus tetap ditanamkan kepada
murid. Memang moral anak semakin kesini sudah semakin menurun. Mungkin ini
adalah dampak secara nyata sinetron-sinetron kita yang memang sering
memperlihatkan fenomena bullying baik itu antar murid, guru terhadap murid, dan
murid terhadap guru.
Sebagai guru, tentunya harus tetap cool dalam
menghadapi murid-muridnya yang bertingkah laku seperti itu. Karena yang
terpenting adalah, menjaga dinamika atau hubungan antara guru dan murid tetap
baik. Selain itu, guru juga seharusnya memiliki peraturan-peraturan yang wajib
dipatuhi oleh muridnya. Berdasarkan pengalaman saya, guru yang tegas jarang
sekali ada murid yang mau menjadikannya sebagai target bullying. Bahkan, bukan
karena tidak mau, tapi tidak ingin, karena mereka menghargai gurunya.
Selain itu, guru juga harus menjadi sosok yang menyenangkan bagi murid. Bisa
humoris atau perhatian terhadap muridnya. Kalau murid sudah sayang terhadap
gurunya, otomatis murid tidak akan pernah mau menyakiti. Iya kan? Begitu pun
dengan murid. Harus jadi murid yang bisa menghargai gurunya, supaya hubungan
kedua pihak harmonis. Damai itu indah kan? Hehe.Say no to bullying!
0 komentar:
Posting Komentar