Motif
seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut
merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan
suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan di
dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. Setiap tindakan yang
dilakukan oleh manusia selalu di mulai dengan motivasi (niat). Menurut Wexley
& Yukl (dalam As’ad, 1987) motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif,
dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif. Sedangkan menurut Mitchell
(dalam Winardi, 2002) motivasi mewakili proses- proses psikologikal, yang
menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan-
kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu. Sedangkan
menurut Gray (dalam Winardi, 2002) motivasi
merupakan sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang
individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam
hal melaksanakan kegiatan- kegiatan tertentu.
Morgan
(dalam Soemanto, 1987) mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal
yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut
adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating
states), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior), dan
tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals
or ends of such behavior). McDonald (dalam Soemanto, 1987)
mendefinisikan motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang
ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi- reaksi mencapai tujuan. Motivasi
merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan
setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda
karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun
psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula
(Suprihanto dkk, 2003).
Soemanto
(1987) secara umum mendefinisikan motivasi
sebagai suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan
reaksi-reaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu selalu bertujuan,
kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi kekuatan bagi
tingkahlaku mencapai tujuan,telah terjadi di dalam diri seseorang.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah
energi aktif yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan pada diri sesorang
yang nampak pada gejala kejiwaan, perasaan, dan juga emosi, sehingga mendorong
individu untuk bertindak atau melakukan sesuatu dikarenakan adanya tujuan,
kebutuhan, atau keinginan yang harus terpuaskan.
DRIVE -
REINFORCEMENT THEORY
Dasar pemikiran
teori ini adalah bahwa perilaku individual atau motivasi merupakan suatu fungsi
dari konsekuensi dari perilaku tersebut. perilaku yang diberi penguatan
(dikuatkan) cenderung diulang, sedangkan perilaku yang tidak diberi penguatan
cenderung akan ditinggalkan / dilupakan/ hilang/tidak muncul.
Strategi utama
atau kontegensi penguatan dengan penguatan (reinforce) positif : perilaku yang
dikehendaki, perilaku positif, keberhasilan diberi reward (hadiah, penghargaan,
pujian dsb) agar perilaku yg dikehendaki tersebut dipertahankan, diulang atau
dengan kata lain ada usaha dari pihak manajemen untuk meningkatkan kekuatan
atau frekuensi perilaku tersebut (positif, keberhasilan) dengan memberi reward.
Reinforce
negatif : berusaha untuk meningkatkan kekuatan atau frekuensi respon dari
perilaku yg dikehendaki dengan menghindarkan adanya stimulus negatif yang
memungkinkan adanya respon yang tidak dikehendaki ( misalnya, seorang karyawan
mungkin bekerja lebih keras untuk menghindari teguran, hukuman dari supervisor)
Punishment
(hukuman): berupa perlakuan tertentu fokusnya bertujuan untuk menghilangkan
perilaku yang tidak dikehendaki
Extingtion :
fokus untuk menurunkan, mengurangi menghilangkan frekuensi munculnya perilaku
yang tidak dikehendaki dengan cara tidak memberikan reward yang seharusnya
diterima apabila melakukan perilaku yang dikehendaki (karyawan tidak menerima
pembagian bonus karena kenerjanya tidak memenuhi standar).
Teori-teori
Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau
binatang bertindak. Beberapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan
terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang,
khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme
dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk.
1986).
Teori-teori
drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan
terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti
mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman
masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena
penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan
suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah
itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk
kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri
abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang
lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang
berbeda.
Masih menurut
Hull, suatu kebutuhan biologis pada makhluk hidup menghasilkan suatu dorongan
(drive) untuk melakukan aktivitas memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga meningkatkan
kemungkinan bahwa makhluk hidup ini akan melakukan respon berupa reduksi
kebutuhan (need reduction response). Menurut teori Hull, dorongan (motivators
of performance) dan reinforcement bekerja bersama-sama untuk membantu makhluk
hidup mendapatkan respon yang sesuai (Wortman, 2004). Lebih jauh Hull
merumuskan teorinya dalam bentuk persamaan matematis antara drive (energi) dan
habit (arah) sebagai penentu dari behaviour (perilaku) dalam bentuk:
Siegel dan Lane
(1982), mengutip Jablonke dan De Vries tentang bagaimana manajemen dapat
meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu dengan:
1. Menentukan
apa jawaban yang diinginkan
2.
Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.
3.
Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima. Tenaga kerja
jika jawaban yang benar terjadi
4. Memberikan
ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar dilaksanakan.
5. Memberikan
ganjaran kepada jawaban yang diinginkan, yang terdekat dengan kejadiannya.
TEORI HARAPAN
Teori Harapan
menurut Victor Vroom, teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu
kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada
kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu
keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu
tersebut. Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk
menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar
kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran
organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu
akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work
And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori
Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang
ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya
akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang
sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya,
yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Di kalangan
ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini
mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian
kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya
serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya
itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para
pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi
cara untuk memperolehnya.
Teori ini termasuk kedalam Teori – Teori
Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja,
yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan
motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan
melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan
informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya
digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan
berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.
Teori ini
diciptakan oleh David Nadler dan Edward Lawler yang didasarkan pada empat
asumsi mengenai perilaku dalam organisasi, yaitu:
1.
Perilaku ditentukan oleh kombinasi antara faktor faktor yang terdapat dalam
diri orang dan faktor-faktor yang terdapat di lingkungan.
2.
Perilaku orang dalam organisasi merupakan tindakan sadar dari seseorang, dengan
kata lain perilaku seseorang adalah hasi dari sebuah keputusan yang sudah
diperhitungkanoleh orang tersebut.
3.
Orang mempunyai kebutuhan, keinginan dan tujuan yang berbeda.
4.
Orang memilih satu dari beberapa alternatif perilaku berdasarkan besarnya
harapan memperoleh hasil dari sebuah perilaku.
TEORI TUJUAN
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
•Ia akan berorientasi pada hal hal yang diperlukan
•Ia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
•Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
• Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
A. Teori
Motivasi Abraham Maslow (1943-1970)
Abraham Maslow
(1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan
pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang
memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal
dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow. Dimulai dari kebutuhan biologis dasar
sampai motif psikologis yang lebih kompleks, yang hanya akan penting setelah
kebutuhan dasar terpenuhi. Berikut gambar piramid dari teori motivasi Abraham
Maslow.
- Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
- Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
- Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
- Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
- Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya).
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia
itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang
unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula
untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia
dalam kehidupan organisasional. Teori klasik Maslow semakin dipergunakan,
bahkan dikatakan mengalami koreksi. Penyempurnaan atau koreksi tersebut
terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan“ yang dikemukakan oleh
Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara
analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti
dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika
konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti apabila
makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi
tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang
signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat
estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan
mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat
yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan
rasa aman.
Berangkat dari
kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam
penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga
memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai
kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan
kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman,
merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia
digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini,
perlu ditekankan bahwa:
a. Kebutuhan yang satu saat sudah
terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang.
b. Pemuasaan berbagai kebutuhan
tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif
menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
c. Berbagai
kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu
kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan
kebutuhan itu.
Dari uraian di
atas, Maslow’s Need Hierarchy Theory ini mempunyai kebaikan dan kelemahan,
sebagai berikut:
Kebaikannya:
1. Teori ini memberikan informasi
bahwa kebutuhan manusia itu jamak (material dan nonmaterial) dan bobotnya
bertingkat-tingkat pula.
2. Manajer mengetahui bahwa
seseorang berperilaku atau bekerja adalah untuk dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan (material dan nonmaterial) yang akan memberikan kepuasaan
baginya.
3. Kebutuhan manusia itu berjenjang
sesuai dengan kedudukan atau sosial ekonominya. Seseorang yang berkedudukan rendah
(sosial ekonomi lemah) cenderung dimotivasi oleh material, sedang orang yang
berkedudukan tinggi cenderung dimotivasi oleh nonmaterial.
4. Manajer akan lebih mudah
memberikan alat motivasi yang paling sesuai untuk merangsang semangat bekerja
bawahannya.
Kelemahannya:
Menurut teori
ini kebutuhan manusia itu adalah bertingkat-tingkat atau hierarkis, tetapi
dalam kenyataannya manusia menginginkan tercapai sekaligus dan kebutuhan itu
merupakan siklus, seperti lapar-makan-lapar lagi-makan lagi dan seterusnya.
Kendati
pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat
aplikatif.
Sumber
:
As’ad, Moh,
1998. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.
Winardi, 1992.
Manajemen Prilaku Organisasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Soemanto,
Wasty, 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bina Aksara.
0 komentar:
Posting Komentar