Diberdayakan oleh Blogger.
RSS


Konsep sehat
Memahami konsep sehat dan sakit
            Sebagai makhluk hidup manusia memiliki kesamaan dengan makhluk lainnya, yakni lahir, tumbuh, berkembang, mengalami dinamika stabil-labil, sehat-sakit, normal-abnormal, dan berakhir dengan kematian. Berbeda dengan hewan, manusia adalah makhluk yang bisa menjadi subjek dan objek sekaligus, oleh karna itu manusia selalu tertarik untuk membicarakan, menganalisa dan melakukan hal-hal yang diperlukan dan teknologi yang disusun dan dibangun oleh manusia adalah untuk kepentingan diri manusia itu sendiri, menyangkut kesehatanya, kenyamannya, kesejahteraannya dan semua hal yang dipandang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Meski demikian, banyak hal yang dilakukan oleh manusia tak jarang justru membuat manusia menjadi semakin tidak sehat dan tidak nyaman dalam hidupnya. Sehari-hari kita mendengarkan istilah sehat wal afiat untuk menyebut kondisi kesehatan yang prima, tetapi kita merujuk kepada istilah itu yakni “as shihhah waal afiyah” disitu ada dua dimensi pengertian.kata ‘sehat’ merujuk pada fungsi, sedangkan kata ‘afiat’ merujuk kepada kesesuaian dengan maksud pencipta. Mata yang sehat adalah mata yang digunakan untuk melihat tanpa alat bantu, sedangkan mata yang afiat adalah mata yang tidak bisa digunakan untuk melihat sesuatu yang dilarang melihatnya, misalnya mengintip orang mandi, karena maksud Tuhan menciptakan mata adalah sebagai petunjuk pada kebenaran, membedakannya dari yang salah.
 Kita bukan hanya mengenal kesehatan tubuh, tetapi juga ada kesehatan mental dan bahkan kesehatan masyarakat. Jika kita menengok bangsa kita sekarang, nampaknya bangsa ini memamang tidak sehat dan juga tidak afiat, akibatbya banyak hal menjadi tidak berfungsi. Jika kita sakit gigi, maka kita pergi kedokter gigi, jika kita sakit perut kita pergi kedokter penyakit dalam. Nah problemnya ada orang yang secara fisik ia sehat tetapi ia mengalami  gangguan sehingga fisiknya pun kurang berfungsi.secara medik ia sehat, tetapi ia merasa tidak sehat sehingga ia tidak bisa berpikir, tidak bisa konsentrasi, tidak bisa tidur. Ada orang penyandang cacat tetapi pikirannya jernih gagasannya cemerlang dan ia ceria menjalani hidupnya, sementara ada orang yang secara fisik sehat dan memiliki semua kebutuhan fasilitas tetapi justru pikiran nya kacau, tundakannya kacau dan ia tidak bisa menikmati hidup ini. Sering kita mendengar ungkapan bahwa orang itu yang hatinya yang pentung jiwanya. Dalam perspektif ini hakikat manusia adalah jiwanya. Orang gila secara fisik adalah manusia, tetapi ia sudah tidak diperhitungkan karena jiwanya sakit (tidak berfungsi). Di maki-maki orang gila orang tidak tersinggung, karena jika tersinggung apalagi membalas maka itu menunjukkan serumpun. Orang gila tidak menyadari sakitnya tetapi orang yang mengalami kejiwaan, ia menyadari jiwanya sedang terganggu. Orang gila tidak bisa berpikir mengena dirinya, sedangkan orang yang terganggu kejiwaanya justru selalu berpikir dan bertanya, mengapa aku begini. Dari ini, maka kita mengenal ada rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, dan lembaga bimbingan mental atau konseling(EL Qudsy, 1989: 45).
Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Ada bukti dibatasi oleh untuk menilai keberadaan atau sifat gangguan mental sebelum catatan tertulis. psikologi evolusi menunjukkan bahwa beberapa disposisi genetik yang mendasari, mekanisme psikologis dan tuntutan sosial yang hadir, meskipun beberapa gangguan mungkin telah berkembang dari suatu ketidaksesuaian antara lingkungan leluhur dan kondisi modern.Beberapa kelainan perilaku istimewa telah ditemukan pada kera besar non-manusia.
Ada bukti dari zaman Neolitik dari praktek trepanation (memotong lubang besar ke dalam tengkorak), mungkin sebagai upaya untuk menyembuhkan penyakit yang mungkin telah memasukkan gangguan mental.
1. Mesir dan Mesopotamia 
catatan Limited dalam dokumen Mesir kuno yang dikenal sebagai papirus Ebers muncul untuk menggambarkan kondisi gangguan konsentrasi dan perhatian, dan gangguan emosi di hati atau pikiran. Beberapa ini telah ditafsirkan sebagai menunjukkan apa yang kemudian akan disebut histeria dan melankolis. perawatan somatik biasanya termasuk menerapkan cairan tubuh saat membaca mantra magis. Halusinogen mungkin telah digunakan sebagai bagian dari ritual penyembuhan. candi agama mungkin telah digunakan sebagai terapi retret, mungkin untuk induksi negara reseptif untuk memudahkan tidur dan menafsirkan mimpi
2. India 
Kuno suci Hindu dikenal sebagai Ramayana dan Mahabharata berisi uraian fiksi negara depresi dan kecemasan. gangguan mental pada umumnya dianggap mencerminkan entitas metafisik abstrak, agen supranatural, ilmu sihir atau ilmu sihir. Sebuah karya yang dikenal sebagai Samhita Charaka dari sekitar tahun 600 SM, bagian dari Ayurveda Hindu (“pengetahuan tentang kehidupan”), melihat sakit sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara tiga jenis cairan tubuh atau kekuatan yang disebut (Dosha).tipe kepribadian yang berbeda juga dijelaskan, dengan kecenderungan yang berbeda untuk kekhawatiran atau kesulitan.Disarankan menyebabkan termasuk diet yang tidak pantas, tidak menghormati terhadap, guru dewa atau lainnya; shock mental karena ketakutan yang berlebihan atau sukacita; dan aktivitas tubuh yang salah. Perlakuan termasuk penggunaan bumbu dan salep, daya tarik dan doa, persuasi moral atau emosional, dan mengejutkan orang.
3. China 
Gangguan Jiwa dirawat terutama di bawah Pengobatan Tradisional Cina dengan herbal, akupuntur atau “terapi emosional”. Canon Batin Kaisar Kuning dijelaskan gejala, mekanisme dan terapi untuk penyakit mental, yang menekankan hubungan antara organ-organ tubuh dan emosi. Kondisi tersebut diperkirakan terdiri dari lima tahap atau elemen dan ketidakseimbangan antara Yin dan Yang.
4. Ibrani dan Israel
Bangsa kuno Israel dibentuk oleh orang-orang dengan asal di Mesopotamia dan Mesir. Konsep Allah yang tunggal, secara bertahap diartikulasikan dalam Yudaisme, menyebabkan pandangan bahwa gangguan mental bukan masalah seperti yang lain, yang disebabkan oleh salah satu dewa, tetapi lebih disebabkan oleh masalah dalam hubungan antara individu dan Tuhan. Ayat-ayat dari Alkitab Ibrani / Perjanjian Lama telah ditafsirkan sebagai gangguan menggambarkan suasana di tokoh-tokoh seperti Ayub, Raja Saul dan dalam Mazmur Daud.
Periode Modern
16 ke abad 18 
Beberapa orang mental terganggu mungkin telah menjadi korban dari penyihir-perburuan yang tersebar di gelombang di Eropa modern awal  Namun,. Yang dinilai gila semakin mengakui lokal, poorhouses workhouses dan penjara-penjara (khususnya “orang miskin gila”) atau kadang-kadang ke madhouses swasta baru Pengekangan dan kurungan paksa digunakan untuk mereka yang diduga berbahaya terganggu atau berpotensi kekerasan terhadap diri mereka sendiri, orang lain atau properti.  Yang terakhir ini mungkin tumbuh dari pengaturan penginapan bagi individu tunggal (yang, dalam workhouses, dianggap mengganggu atau tidak bisa diatur), maka ada beberapa catering yang masing-masing hanya segelintir orang, maka mereka secara bertahap diperluas (misalnya 16 di London pada tahun 1774, dan 40 oleh 1819). Pada pertengahan abad ke-19 akan ada 100 sampai 500 narapidana di masing-masing. Pengembangan jaringan ini madhouses telah dikaitkan dengan hubungan sosial kapitalis baru dan suatu perekonomian jasa, itu berarti keluarga tidak lagi mampu atau mau memelihara sanak terganggu.
Madness secara umum digambarkan dalam karya sastra, seperti memainkan Shakespeare.
Pada akhir abad ke-17 dan ke Pencerahan, kegilaan semakin dilihat sebagai fenomena fisik organik, tidak lagi melibatkan jiwa atau tanggung jawab moral. Sakit mental yang biasanya dipandang sebagai binatang liar tidak sensitif. Harsh pengobatan dan menahan diri dalam rantai dilihat sebagai terapi, membantu menekan nafsu hewan. Ada kadang-kadang fokus pada manajemen lingkungan madhouses, dari diet untuk latihan rezim terhadap jumlah pengunjung. perlakuan berat somatik digunakan, mirip dengan yang di abad pertengahan pemilik rumah gila kadang-kadang membanggakan kemampuan mereka dengan cambuk. Perawatan di rumah sakit jiwa beberapa masyarakat juga barbar, sering sekunder ke penjara. Yang paling terkenal adalah Bedlam di mana pada satu penonton waktu bisa membayar satu sen untuk menonton para tahanan sebagai bentuk hiburan.
Konsep yang berbasis di teori humoral secara bertahap memberi jalan untuk metafora dan terminologi dari mekanik dan lain ilmu fisika berkembang. Kompleks skema baru dikembangkan untuk klasifikasi gangguan mental, dipengaruhi oleh muncul sistem untuk klasifikasi biologis organisme dan klasifikasi medis penyakit.
Istilah “gila” (dari Inggris Pertengahan berarti retak) dan gila (dari bahasa Latin yang berarti tidak sehat insanus) datang berarti gangguan mental dalam periode ini. The “gila”, jangka panjang digunakan untuk merujuk pada gangguan periodik atau epilepsi, kemudian menjadi identik dengan kegilaan. ”Madness”, lama digunakan dalam bentuk akar setidaknya sejak abad-abad awal Masehi, dan awalnya berarti cacat, sakit atau bodoh, datang ke berarti kehilangan akal atau menahan diri. ”Psikosis”, dari bahasa Yunani “prinsip hidup / animasi”, telah bervariasi penggunaan mengacu pada suatu kondisi pikiran / jiwa. ”Gugup”, dari akar Indo-Eropa yang berarti angin atau twist, otot berarti atau kekuatan, diadopsi oleh fisiologi untuk merujuk kepada proses elektrokimia sinyal tubuh (sehingga disebut sistem saraf), dan kemudian digunakan untuk merujuk kepada gangguan saraf dan neurosis. ”Obsession”, dari akar bahasa Latin yang berarti untuk duduk pada atau duduk melawan, awalnya dimaksudkan untuk mengepung atau dimiliki oleh roh jahat, datang berarti ide tetap yang bisa terurai pikiran.
Dengan meningkatnya madhouses dan profesionalisasi dan spesialisasi kedokteran, ada insentif yang cukup besar untuk petugas medis untuk terlibat. Pada abad ke-18, mereka mulai saham klaim monopoli atas madhouses dan perawatan.Madhouses bisa menjadi bisnis yang menguntungkan, dan banyak meraup keuntungan besar dari mereka. Ada beberapa mantan pasien reformis borjuis yang menentang rezim sering brutual, menyalahkan baik pemilik rumah gila dan tenaga medis, yang pada gilirannya menolak reformasi.
Menjelang akhir abad ke-18, sebuah gerakan moral dikembangkan pengobatan, yang menerapkan pendekatan yang lebih manusiawi, psikososial dan personal. tokoh terkemuka termasuk Vincenzo Chiarugi medis di Italia di bawah kepemimpinan Pencerahan; inspektur Pussin mantan-pasien dan petugas medis psikologis cenderung Phillipe Pinel di Perancis revolusioner, kaum Quaker di Inggris, yang dipimpin oleh pengusaha William Tuke, dan kemudian, di Amerika Serikat, kampanye Dorothea Dix.
Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa.
Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar pada abad ke-19.
Tokoh lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam asylum-asylum tersebut. Sering ia didera dengan pukulan-pukulan dan jotosan-jotosan, dan menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam. Dan banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi kemanusiaan dialaminya dalam rumah sakit jiwa tersebut. Setelah dirawat selama dua tahun, beruntung Beers bisa sembuh.
Di dalam bukunya ”A Mind That Found Itself”, Beers tidak hanya melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi kemanusiaan dalam asylum-asylum tadi, tapi juga menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhannya. Pengalaman pribadinya itu meyakinkan Beers bahwa penyakit mental itu dapat dicegah dan pada banyak peristiwa dapat disembuhkan pula. Oleh keyakinan ini ia kemudian menyusun satu program nasional, yang berisikan:
1. Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
2. Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.
3. Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.
4. Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.
William James dan Adolf Meyer, para psikolog besar, sangat terkesan oleh uraian Beers tersebut. Maka akhirnya Adolf Meyer-lah yang menyarankan agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan sebagai satu gerakan kemanusiaan yang baru. Dan pada tahun 1908 terbentuklah organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri duduk di dalamnya hingga akhir hayatnya
PENDEKATAN KESEHATAN MENTAL
Orientasi klasik
Orientasi klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.

 Orientasi penyesuaian diri
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.

 Orientasi pengembangan potensi
Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat  kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa kesehatan mental hanya
sekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika kita masukkan dalam pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh aspek individu, dengan sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan sosial.

Sumber            :
Bagus Takwin staff UI
Rochman, kholil lur.2010.kesehatan mental.Purwokerto:Fajar Media Press

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar