Diberdayakan oleh Blogger.
RSS


Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan Personal

A.   Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan

Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamik yang hampir selalu membutuhkan perubahan dan adaptasi, dan dengan demikian semakin tetap dan tidak merubah respon - respon itu, maka semakin sulit juga menangani tuntutan-tuntutan yang berubah. Kenyataan ini menjelaskan pengaruh-pengaruh yang menghancurkan kepribadian seseorang. Orang yang mengalami depresi karena sering kali merasa sulit menyesuaikan diri dengan pola tingkah laku yang di perlukan.
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery). Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh seseorang akan berdampak juga pada pertumbuhan personalnya. Jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan baik di lingkungan sekitarnya apalagi di lingkungan baru, maka pertumbuhan personalnya juga akan mengalami peningkatan. Sekarang, apa itu pertumbuhan personal? Pertumbuhan adalah proses yang mencakup pertambahan dalam jumlah dan ukuran, keluasan dan kedalaman. Prof. Gessel mengatakan, bahwa pertumbuhan pribadi manusia adalah proses yang terus-menerus. Semua pertumbuhan terjadi berdasarkan pertumbuhan yang terjadi sebelumnya.

Apakah perbedaan antara adaptasi dan penyesuaian diri?

 Adaptasi itu artinya adalah individu melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan, contohnya adalah apabila seorang individu merasa udara disekitar nya dingin maka individu itu segera memakai pakaian yang tebal dan meminum atau memakan makanan yang hangat-hangat.
Lalu apabila Penyesuaian itu sebagai mengubah lingkungan agar lebih sesuai dengan diri individu., contohnya apabila individu merasa kedinginan secara otomatis individu itu menyalakan api atau penghangat ruangan untuk mengahngatkan badannya.
Namun Penyesuaian diri disini adalah meliputi penyesuaian diri baik dalam adaptation dan adjusment. artinya individu mampu menyesuaikan diri dengan baik, secara normal dan ideal nya mampu menggunakan kedua mekanisme penyesuaian diri tersebut secara fleksibel tergantung pada suasana dan situasinya. Apabila individu itu hanya dapat menggunakan salah satu dari kedua mekanisme tersebut berarti individu itu di anggap kaku dan dominan.
Ada beberapa ciri penyesuaian diri yang efektif, seperti :
1.      Memiliki Persepsi yang Akurat terhadap Realita
2.      Memiliki Kemampuan untuk Beradaptasi dengan Tekanan atau Stres dan juga Kecemasan
3.      Mempunyai Gambaran Diri yang Positif tentang dirinya
4.      Memiliki Kemampuan untuk Mengekspresikan Perasaannya
5.      Mempunyai kemapuan Relasi Interpersonal yang baik
Individu yang memiliki serta memenuhi ciri-ciri tersebut dapat digolongkan sebagai individu yang memiliki kesehatan mental yang positif.

Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

1. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya
sendirisehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa,  atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya. Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.

2. Penyesuaian Sosial
Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling  mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari.  Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara  komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu. Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok.  Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok. Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyar
Pembentukan Penyesuaian Diri
Banyak faktor yang mempegaruhi penyesuaian diri, ada dari faktor lingkungan keluarga dan lingkungan teman sebaya.
a). Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari dalam berbagai hal seperti melalu bermain, sandiwara, interaksi dengan anggota keluarga, dan pengalaman-pengalaman didalam keluarga. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti. Keluarga juga merupakan wadah pembentukan karakter individu, penyesuaian diri juga termasuk di dalamnya.

b) Lingkungan Teman Sebaya
Sama seperti lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya juga merupakan lingkungan yang sangat menentukan individu dalam melakukan dan mengembangkan penyesuaian diri. Bila seorang anak dapat dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan lingkungan teman bermainnya, itu merupakan  salah satu alasan bahwa sebenarnya kesehatan mental individu tersebut baik dan sehat.

B.     Pertumbuhan Personal

Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses-proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal yang sehat pada waktu yang normal. Proff Gessel mengatakan bahwa pertumbuhan pribadi manusia berlangsung secara terus-menerus.

Proses Pertumbuhan Individu secara fisik
Dari bayi hingga tua kita sebagai manusia normal mengalami pertumbuhan secara terus menerus. Penyesuaian diri dengan lingkungan nya pun terus berkembang.

Variasi dalam Pertumbuhan
Dalam variasi pertumbuhan memang sangat beragam. Tidak semua individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri berdasarkan tingkatan usia, pertumbuhan fisik, maupun sosial nya. Mengapa? karena terkadang terdapat rintangan-rintangan yang menyebabkan ketidakberhasilan individu dalam melakukan penyesuaian, baik rintangan itu dari dalam diri atau dari luar diri.

Kondisi-Kondisi untuk Bertumbuh
Kondisi jasmani  seperti pembawa atau konstitusi fisik dan tempramen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh, kondisi jasmani dan kondisi pertumbuhan fisik memang sangat mempengaruhi bagaimana individu dapat menyesuaikan diri nya.

Carl Roger (1961) menyebutkan 3 aspek yang memfasilitasi pertumbuhan personal dalam suatu hubungan :
1.      Keikhlasan kemampuan untuk menyadari perasaan sendiri, atau menyadari kenyataan.
2.      Menghormati keterpisahan dari orang lain tanpa kecuali, dan 
3.      Keinginan yang terus menerus untuk memahami atau berempati terhadap orang lain.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan personal :
1.            Faktor biologis
Karakteristik anggota tubuh yang berbeda setiap orang, kepribadian, atau warisan biologis yang sangat kental.
2.            Faktor geografis
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorangdan nantinya akan menentukan baik atau tidaknya pertumbuhan personal seseorang.
3.            Faktor budaya
Tidak di pungkiri kebudayaan juga berpengaruh penting dalam kepribadian seseorang, tetapi bukan berarti setiap orang dengan kebudayaan yang sama memiliki kepribadian yang sama juga.

Selain itu, ada satu hal yang tidak kalah penting berkaitan dengan penyesuaian diri dan pertumbuhan personal adalah komunikasi. Dengan kemampuan komunikasi yang baik maka penyesuaian diri dan pertumbuhan personal seseorang juga akan berjalan baik.




Sumber :
-          Semium, yustinus.2006.kesehatan mental 1.kanisius:Jakarta

-          Christensen.j.paula.2009.proses keperawatan.buku kedokteran EGC : Jakarta

-          Schuler, E. Definition and Conceptualization of Stress in Organizations, Thousand Oaks: Sage, 2002

-          Fatimah, N. (2006). Psikologi perkembangan. Bandung : Pusaka Setia.

-          Ali, M. & Asrori, M. (2005). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi Aksar
-           http://dedeh89-psikologi.blogspot.com/2013/03/penyesuaian-diri-dan-pertumbuhan.html



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS


Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan Personal

A.   Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan

Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamik yang hampir selalu membutuhkan perubahan dan adaptasi, dan dengan demikian semakin tetap dan tidak merubah respon - respon itu, maka semakin sulit juga menangani tuntutan-tuntutan yang berubah. Kenyataan ini menjelaskan pengaruh-pengaruh yang menghancurkan kepribadian seseorang. Orang yang mengalami depresi karena sering kali merasa sulit menyesuaikan diri dengan pola tingkah laku yang di perlukan.
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery). Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh seseorang akan berdampak juga pada pertumbuhan personalnya. Jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan baik di lingkungan sekitarnya apalagi di lingkungan baru, maka pertumbuhan personalnya juga akan mengalami peningkatan. Sekarang, apa itu pertumbuhan personal? Pertumbuhan adalah proses yang mencakup pertambahan dalam jumlah dan ukuran, keluasan dan kedalaman. Prof. Gessel mengatakan, bahwa pertumbuhan pribadi manusia adalah proses yang terus-menerus. Semua pertumbuhan terjadi berdasarkan pertumbuhan yang terjadi sebelumnya.

Apakah perbedaan antara adaptasi dan penyesuaian diri?

 Adaptasi itu artinya adalah individu melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan, contohnya adalah apabila seorang individu merasa udara disekitar nya dingin maka individu itu segera memakai pakaian yang tebal dan meminum atau memakan makanan yang hangat-hangat.
Lalu apabila Penyesuaian itu sebagai mengubah lingkungan agar lebih sesuai dengan diri individu., contohnya apabila individu merasa kedinginan secara otomatis individu itu menyalakan api atau penghangat ruangan untuk mengahngatkan badannya.
Namun Penyesuaian diri disini adalah meliputi penyesuaian diri baik dalam adaptation dan adjusment. artinya individu mampu menyesuaikan diri dengan baik, secara normal dan ideal nya mampu menggunakan kedua mekanisme penyesuaian diri tersebut secara fleksibel tergantung pada suasana dan situasinya. Apabila individu itu hanya dapat menggunakan salah satu dari kedua mekanisme tersebut berarti individu itu di anggap kaku dan dominan.
Ada beberapa ciri penyesuaian diri yang efektif, seperti :
1.      Memiliki Persepsi yang Akurat terhadap Realita
2.      Memiliki Kemampuan untuk Beradaptasi dengan Tekanan atau Stres dan juga Kecemasan
3.      Mempunyai Gambaran Diri yang Positif tentang dirinya
4.      Memiliki Kemampuan untuk Mengekspresikan Perasaannya
5.      Mempunyai kemapuan Relasi Interpersonal yang baik
Individu yang memiliki serta memenuhi ciri-ciri tersebut dapat digolongkan sebagai individu yang memiliki kesehatan mental yang positif.

Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

1. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya
sendirisehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa,  atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya. Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.

2. Penyesuaian Sosial
Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling  mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari.  Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara  komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu. Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok.  Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok. Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyar
Pembentukan Penyesuaian Diri
Banyak faktor yang mempegaruhi penyesuaian diri, ada dari faktor lingkungan keluarga dan lingkungan teman sebaya.
a). Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari dalam berbagai hal seperti melalu bermain, sandiwara, interaksi dengan anggota keluarga, dan pengalaman-pengalaman didalam keluarga. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti. Keluarga juga merupakan wadah pembentukan karakter individu, penyesuaian diri juga termasuk di dalamnya.

b) Lingkungan Teman Sebaya
Sama seperti lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya juga merupakan lingkungan yang sangat menentukan individu dalam melakukan dan mengembangkan penyesuaian diri. Bila seorang anak dapat dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan lingkungan teman bermainnya, itu merupakan  salah satu alasan bahwa sebenarnya kesehatan mental individu tersebut baik dan sehat.

B.     Pertumbuhan Personal

Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses-proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal yang sehat pada waktu yang normal. Proff Gessel mengatakan bahwa pertumbuhan pribadi manusia berlangsung secara terus-menerus.

Proses Pertumbuhan Individu secara fisik
Dari bayi hingga tua kita sebagai manusia normal mengalami pertumbuhan secara terus menerus. Penyesuaian diri dengan lingkungan nya pun terus berkembang.

Variasi dalam Pertumbuhan
Dalam variasi pertumbuhan memang sangat beragam. Tidak semua individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri berdasarkan tingkatan usia, pertumbuhan fisik, maupun sosial nya. Mengapa? karena terkadang terdapat rintangan-rintangan yang menyebabkan ketidakberhasilan individu dalam melakukan penyesuaian, baik rintangan itu dari dalam diri atau dari luar diri.

Kondisi-Kondisi untuk Bertumbuh
Kondisi jasmani  seperti pembawa atau konstitusi fisik dan tempramen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh, kondisi jasmani dan kondisi pertumbuhan fisik memang sangat mempengaruhi bagaimana individu dapat menyesuaikan diri nya.

Carl Roger (1961) menyebutkan 3 aspek yang memfasilitasi pertumbuhan personal dalam suatu hubungan :
1.      Keikhlasan kemampuan untuk menyadari perasaan sendiri, atau menyadari kenyataan.
2.      Menghormati keterpisahan dari orang lain tanpa kecuali, dan 
3.      Keinginan yang terus menerus untuk memahami atau berempati terhadap orang lain.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan personal :
1.            Faktor biologis
Karakteristik anggota tubuh yang berbeda setiap orang, kepribadian, atau warisan biologis yang sangat kental.
2.            Faktor geografis
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorangdan nantinya akan menentukan baik atau tidaknya pertumbuhan personal seseorang.
3.            Faktor budaya
Tidak di pungkiri kebudayaan juga berpengaruh penting dalam kepribadian seseorang, tetapi bukan berarti setiap orang dengan kebudayaan yang sama memiliki kepribadian yang sama juga.

Selain itu, ada satu hal yang tidak kalah penting berkaitan dengan penyesuaian diri dan pertumbuhan personal adalah komunikasi. Dengan kemampuan komunikasi yang baik maka penyesuaian diri dan pertumbuhan personal seseorang juga akan berjalan baik.




Sumber :
-          Semium, yustinus.2006.kesehatan mental 1.kanisius:Jakarta

-          Christensen.j.paula.2009.proses keperawatan.buku kedokteran EGC : Jakarta

-          Schuler, E. Definition and Conceptualization of Stress in Organizations, Thousand Oaks: Sage, 2002

-          Fatimah, N. (2006). Psikologi perkembangan. Bandung : Pusaka Setia.

-          Ali, M. & Asrori, M. (2005). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi Aksar
-           http://dedeh89-psikologi.blogspot.com/2013/03/penyesuaian-diri-dan-pertumbuhan.html



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS


Teori Kepribadian Sehat

A. Kepribadian Sehat Berdasarkan Aliran Psikoanalisis
Psikoanalisis merupakan suatu bentuk model kepribadian. Teori ini sendriri pertama kali diperkenalkan oleh Sigmun Freud (1856-1938).Freud pada awalnya memang mengembangkan teorinya tengtang struktur kepribadian dan sebab-sebab gangguan jiwa dan dengan konsep teorinya yaitu perilaku dan pikiran dengan mengatakan bahwa kebanyakan apa yang kita lakukan dan pikirkan hasil dari keinginan atau dorongan yang mencari pemunculan dalam perilaku dan pikiran. menurut teori psikoanalisa, inti dari keinginan dorongan ini adalah bahwa mereka bersembunyi dari kesadaran individual.
Dan apabila dorongan – dorongan ini tidak dapat disalurkan, dapat menyebabkan gangguan kepribadian dan juga memggangu kesehatan mental yang disebut psikoneurosis.
Dengan kata lain, mereka tidak disadari. Ini adalah ekspresi dari dorongan tidak sadar yang muncul dalam perilaku dan pikiran. Istilah “motivasi yang tidak disadari” / (unconscious motivation) menguraikan ide kunci dari psikoanalisa. Psikoanalisis mempunyai metode untuk membongkar gangguan – gangguan yang terdapat dalam ketidaksadaran ini, antara lain dengan metode analisis mimpi dan metode asosiasi bebas.Teori psikologi Freud didasari pada keyakinan bahwa dalam diri manusia terdapat suatu energi psikis yang sangat dinamis. Energi psikis inilah yang mendorong individu untuk bertingkah laku. Menurut psikoanalisis, energi psikis itu berasumsi pada fungsi psikis yang berbeda yaitu: Id, Ego dan Super Ego.
- Id merupakan bagian palung primitif dalam kepribadian, dan dari sinilah nanti ego dan Super Ego berkembang. Dorongan dalam Id selalu ingin dipuaskan dan menghindari yang tidak menyenangkan.
- Ego merupakan bagian “eksekutif” dari kepribadian, ia berfungsi secara rasional berdasakan prinsip kenyataan. Berusaha memenuhi kebutuhan Id secara realistis,yaitu dimana Ego berfungsi untuk menyaring dorongan-dorongan yang ingin dipuaskan oleh Id berdasarkan kenyataan.
- Super Ego merupakan gambaran internalisasi nilai moral masyarakat yang diajarkan orang tua dan lingkungan seseorang. Pada dasarnya Super Ego merupakan hati nurani seseorang dimana berfungsi sebagai penilai apakah sesuatu itu benar atau salah. Karena itu Super Ego berorientasi pada kesempurnaan.
Freud mengumpamakan pikiran manusia sebagai fenomena gunung es. Bagian kecil yang tampak diatas permukaan air menggambarkan pengalaman sadar, bagian yang jauh lebih besar di bawah permukaan air yang menggambarkan ketidaksadaran aeperti impuls, ingatan. Nafsu dan hal lain yang mempengaruhi pikiran dan perilaku.
Meskipun masing-masing bagian dari kepribadian total ini mempunyai fungsi,sifat,komponen,prinsip kerja,dinamisme,dan mekanismenya sendiri,namun mereka berinteraksi begitu erat satu sama lain sehingga sulit(tidak mungkin)untuk memisah-misahkan pengaruhnya dan menilai sumbangan relatifnya terhadap tingkah laku manusia.Tingkah laku hampir selalu merupakan produk dari interaksi diantara ketiga sistem tersebut,jarang salah satu sistem berjalan terlepas dari kedua sistem lainnya.
Kepribadian yang sehat menurut psikoanalisis:
1.Menurut freud kepribadian yang sehat yaitu jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah.
2.Kemampuan dalam mengatasi tekanan dan kecemasan, dengan belajar
3.Mental yang sehat ialah seimbangnya fungsi dari superego terhadap id dan ego
4.Tidak mengalami gangguan dan penyimpangan pada mentalnya
5. Dapat menyesuaikan keadaan ddengan berbagai dorongan dan keinginan

B. Kepribadian Sehat Menurut Aliran Behavioristik

Behaviorisme juga disebut psikologi S – R (stimulus dan respon). Behaviorisme menolak bahwa pikiran merupakan subjek psikologi dan bersikeras bahwa psokologi memiliki batas pada studi tentang perilaku dari kegiatan-kegiatan manusia dan binatang yang dapat diamati. Teori Behaviorisme sendiri pertama kali diperkenalkan oleh John B. Watson (1879-1958)
Aliran behaviorisme mempunyai 3 ciri penting.
1.      Menekankan pada respon-respon yang dikondisikan sebagai elemen dari perilaku
2.      Menekankan pada perilaku yang dipelajari dari pada perilaku yang tidak dipelajari. Behaviorisme menolak kecenderungan pada perilaku yang bersifat bawaan.
3.      Memfokuskan pada perilaku binatang. Menurutnya, tidak ada perbedaan alami antara perilaku manusia dan perilaku binatang. Kita dapat belajar banyak tentang perilaku kita sendiri dari studi tentang apa yang dilakukan binatang.
menurut penganut aliran ini perilaku selalu dimulai dengan adanya rangsangan yaitu berupa stimulus dan diikuti oleh suatu reaksi beupa respons terhadap rangsangan itu. Salah satu penganut watson yang sangat besar masukannya untuk perkembangan behaviorisme adalah B.F. Skinner. Aliran ini memandang manusia seperti mesin yang dapat dikendalikan perilakunya lewat suatu pengkondisian. Ini menganggap manusia yang meberikan respon positif yang berasal dari luar. Dalam aliran ini manusia di anggap tidak memiliki sikap diri sendiri.jadi menurut Behaviorisme manusia dianggap memberikan respons secara pasif terhadap stimulus-stimulus dari luar. Kepribadian manusia sebagai suatu sistem yang bertingkah laku menurut cara yang sesuai peraturannya dan menganggap manusia tidak memiliki sikap diri sendiri.
Kepribadian yang sehat menurut behavioristik:
1.      Memberikan respon terhadap faktor dari luar seperti orang lain dan lingkungannya
2.      Bersifat sistematis dan bertindak dengan dipengaruhi oleh pengalaman
3.      Sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, karena manusia tidak memiliki sikap dengan bawaan sendiri
4.      Menekankan pada tingkah laku yang dapat diamati dan menggunakan metode yang obyektif

C. Kepribadian Sehat Menurut Humanistik

Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
Prinsip- prinsip belajar humanistik:
1.      Manusia mempunyai belajar alami
2.      Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu
3.      Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
4.      Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
5.      Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh caar
6.      Belajar yang bermakna diperolaeh jika siswa melakukannya
7.      Belajar lancer jika siswa dilibatkan dalam proses belajar
8.      Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
9.      Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
10.  Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar




Sumber :
http://psyche2nest.wordpress.com/2012/04/26/teori-kepribadian-sehat/
http://salvinirayyan-tugas.blogspot.com/2011/03/kepribadian-sehat-menurut-psikoanilsa.html
Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar psikologi umum. Jakarta:Rajawali Pers.
Puspitawati, I. Dwi Riyanti, Hendro Prabowo.(1996). Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum I. Jakarta. Gunadarma.
Riyanti, Dwi B.P., Prabowo, Hendro. (1998). Seri diktat kuliah psikologi umum 2. Depok: Universitas Gunadarma.
Freist, J & Freist, Gregory (1998), Theories of Personality, Amerika : Mc Graw Hill.
http://snaniris.blogspot.com/2013/03/teori-kepribadian-sehat-dalam-3-mazhab.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS


Konsep sehat
Memahami konsep sehat dan sakit
            Sebagai makhluk hidup manusia memiliki kesamaan dengan makhluk lainnya, yakni lahir, tumbuh, berkembang, mengalami dinamika stabil-labil, sehat-sakit, normal-abnormal, dan berakhir dengan kematian. Berbeda dengan hewan, manusia adalah makhluk yang bisa menjadi subjek dan objek sekaligus, oleh karna itu manusia selalu tertarik untuk membicarakan, menganalisa dan melakukan hal-hal yang diperlukan dan teknologi yang disusun dan dibangun oleh manusia adalah untuk kepentingan diri manusia itu sendiri, menyangkut kesehatanya, kenyamannya, kesejahteraannya dan semua hal yang dipandang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Meski demikian, banyak hal yang dilakukan oleh manusia tak jarang justru membuat manusia menjadi semakin tidak sehat dan tidak nyaman dalam hidupnya. Sehari-hari kita mendengarkan istilah sehat wal afiat untuk menyebut kondisi kesehatan yang prima, tetapi kita merujuk kepada istilah itu yakni “as shihhah waal afiyah” disitu ada dua dimensi pengertian.kata ‘sehat’ merujuk pada fungsi, sedangkan kata ‘afiat’ merujuk kepada kesesuaian dengan maksud pencipta. Mata yang sehat adalah mata yang digunakan untuk melihat tanpa alat bantu, sedangkan mata yang afiat adalah mata yang tidak bisa digunakan untuk melihat sesuatu yang dilarang melihatnya, misalnya mengintip orang mandi, karena maksud Tuhan menciptakan mata adalah sebagai petunjuk pada kebenaran, membedakannya dari yang salah.
 Kita bukan hanya mengenal kesehatan tubuh, tetapi juga ada kesehatan mental dan bahkan kesehatan masyarakat. Jika kita menengok bangsa kita sekarang, nampaknya bangsa ini memamang tidak sehat dan juga tidak afiat, akibatbya banyak hal menjadi tidak berfungsi. Jika kita sakit gigi, maka kita pergi kedokter gigi, jika kita sakit perut kita pergi kedokter penyakit dalam. Nah problemnya ada orang yang secara fisik ia sehat tetapi ia mengalami  gangguan sehingga fisiknya pun kurang berfungsi.secara medik ia sehat, tetapi ia merasa tidak sehat sehingga ia tidak bisa berpikir, tidak bisa konsentrasi, tidak bisa tidur. Ada orang penyandang cacat tetapi pikirannya jernih gagasannya cemerlang dan ia ceria menjalani hidupnya, sementara ada orang yang secara fisik sehat dan memiliki semua kebutuhan fasilitas tetapi justru pikiran nya kacau, tundakannya kacau dan ia tidak bisa menikmati hidup ini. Sering kita mendengar ungkapan bahwa orang itu yang hatinya yang pentung jiwanya. Dalam perspektif ini hakikat manusia adalah jiwanya. Orang gila secara fisik adalah manusia, tetapi ia sudah tidak diperhitungkan karena jiwanya sakit (tidak berfungsi). Di maki-maki orang gila orang tidak tersinggung, karena jika tersinggung apalagi membalas maka itu menunjukkan serumpun. Orang gila tidak menyadari sakitnya tetapi orang yang mengalami kejiwaan, ia menyadari jiwanya sedang terganggu. Orang gila tidak bisa berpikir mengena dirinya, sedangkan orang yang terganggu kejiwaanya justru selalu berpikir dan bertanya, mengapa aku begini. Dari ini, maka kita mengenal ada rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, dan lembaga bimbingan mental atau konseling(EL Qudsy, 1989: 45).
Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Ada bukti dibatasi oleh untuk menilai keberadaan atau sifat gangguan mental sebelum catatan tertulis. psikologi evolusi menunjukkan bahwa beberapa disposisi genetik yang mendasari, mekanisme psikologis dan tuntutan sosial yang hadir, meskipun beberapa gangguan mungkin telah berkembang dari suatu ketidaksesuaian antara lingkungan leluhur dan kondisi modern.Beberapa kelainan perilaku istimewa telah ditemukan pada kera besar non-manusia.
Ada bukti dari zaman Neolitik dari praktek trepanation (memotong lubang besar ke dalam tengkorak), mungkin sebagai upaya untuk menyembuhkan penyakit yang mungkin telah memasukkan gangguan mental.
1. Mesir dan Mesopotamia 
catatan Limited dalam dokumen Mesir kuno yang dikenal sebagai papirus Ebers muncul untuk menggambarkan kondisi gangguan konsentrasi dan perhatian, dan gangguan emosi di hati atau pikiran. Beberapa ini telah ditafsirkan sebagai menunjukkan apa yang kemudian akan disebut histeria dan melankolis. perawatan somatik biasanya termasuk menerapkan cairan tubuh saat membaca mantra magis. Halusinogen mungkin telah digunakan sebagai bagian dari ritual penyembuhan. candi agama mungkin telah digunakan sebagai terapi retret, mungkin untuk induksi negara reseptif untuk memudahkan tidur dan menafsirkan mimpi
2. India 
Kuno suci Hindu dikenal sebagai Ramayana dan Mahabharata berisi uraian fiksi negara depresi dan kecemasan. gangguan mental pada umumnya dianggap mencerminkan entitas metafisik abstrak, agen supranatural, ilmu sihir atau ilmu sihir. Sebuah karya yang dikenal sebagai Samhita Charaka dari sekitar tahun 600 SM, bagian dari Ayurveda Hindu (“pengetahuan tentang kehidupan”), melihat sakit sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara tiga jenis cairan tubuh atau kekuatan yang disebut (Dosha).tipe kepribadian yang berbeda juga dijelaskan, dengan kecenderungan yang berbeda untuk kekhawatiran atau kesulitan.Disarankan menyebabkan termasuk diet yang tidak pantas, tidak menghormati terhadap, guru dewa atau lainnya; shock mental karena ketakutan yang berlebihan atau sukacita; dan aktivitas tubuh yang salah. Perlakuan termasuk penggunaan bumbu dan salep, daya tarik dan doa, persuasi moral atau emosional, dan mengejutkan orang.
3. China 
Gangguan Jiwa dirawat terutama di bawah Pengobatan Tradisional Cina dengan herbal, akupuntur atau “terapi emosional”. Canon Batin Kaisar Kuning dijelaskan gejala, mekanisme dan terapi untuk penyakit mental, yang menekankan hubungan antara organ-organ tubuh dan emosi. Kondisi tersebut diperkirakan terdiri dari lima tahap atau elemen dan ketidakseimbangan antara Yin dan Yang.
4. Ibrani dan Israel
Bangsa kuno Israel dibentuk oleh orang-orang dengan asal di Mesopotamia dan Mesir. Konsep Allah yang tunggal, secara bertahap diartikulasikan dalam Yudaisme, menyebabkan pandangan bahwa gangguan mental bukan masalah seperti yang lain, yang disebabkan oleh salah satu dewa, tetapi lebih disebabkan oleh masalah dalam hubungan antara individu dan Tuhan. Ayat-ayat dari Alkitab Ibrani / Perjanjian Lama telah ditafsirkan sebagai gangguan menggambarkan suasana di tokoh-tokoh seperti Ayub, Raja Saul dan dalam Mazmur Daud.
Periode Modern
16 ke abad 18 
Beberapa orang mental terganggu mungkin telah menjadi korban dari penyihir-perburuan yang tersebar di gelombang di Eropa modern awal  Namun,. Yang dinilai gila semakin mengakui lokal, poorhouses workhouses dan penjara-penjara (khususnya “orang miskin gila”) atau kadang-kadang ke madhouses swasta baru Pengekangan dan kurungan paksa digunakan untuk mereka yang diduga berbahaya terganggu atau berpotensi kekerasan terhadap diri mereka sendiri, orang lain atau properti.  Yang terakhir ini mungkin tumbuh dari pengaturan penginapan bagi individu tunggal (yang, dalam workhouses, dianggap mengganggu atau tidak bisa diatur), maka ada beberapa catering yang masing-masing hanya segelintir orang, maka mereka secara bertahap diperluas (misalnya 16 di London pada tahun 1774, dan 40 oleh 1819). Pada pertengahan abad ke-19 akan ada 100 sampai 500 narapidana di masing-masing. Pengembangan jaringan ini madhouses telah dikaitkan dengan hubungan sosial kapitalis baru dan suatu perekonomian jasa, itu berarti keluarga tidak lagi mampu atau mau memelihara sanak terganggu.
Madness secara umum digambarkan dalam karya sastra, seperti memainkan Shakespeare.
Pada akhir abad ke-17 dan ke Pencerahan, kegilaan semakin dilihat sebagai fenomena fisik organik, tidak lagi melibatkan jiwa atau tanggung jawab moral. Sakit mental yang biasanya dipandang sebagai binatang liar tidak sensitif. Harsh pengobatan dan menahan diri dalam rantai dilihat sebagai terapi, membantu menekan nafsu hewan. Ada kadang-kadang fokus pada manajemen lingkungan madhouses, dari diet untuk latihan rezim terhadap jumlah pengunjung. perlakuan berat somatik digunakan, mirip dengan yang di abad pertengahan pemilik rumah gila kadang-kadang membanggakan kemampuan mereka dengan cambuk. Perawatan di rumah sakit jiwa beberapa masyarakat juga barbar, sering sekunder ke penjara. Yang paling terkenal adalah Bedlam di mana pada satu penonton waktu bisa membayar satu sen untuk menonton para tahanan sebagai bentuk hiburan.
Konsep yang berbasis di teori humoral secara bertahap memberi jalan untuk metafora dan terminologi dari mekanik dan lain ilmu fisika berkembang. Kompleks skema baru dikembangkan untuk klasifikasi gangguan mental, dipengaruhi oleh muncul sistem untuk klasifikasi biologis organisme dan klasifikasi medis penyakit.
Istilah “gila” (dari Inggris Pertengahan berarti retak) dan gila (dari bahasa Latin yang berarti tidak sehat insanus) datang berarti gangguan mental dalam periode ini. The “gila”, jangka panjang digunakan untuk merujuk pada gangguan periodik atau epilepsi, kemudian menjadi identik dengan kegilaan. ”Madness”, lama digunakan dalam bentuk akar setidaknya sejak abad-abad awal Masehi, dan awalnya berarti cacat, sakit atau bodoh, datang ke berarti kehilangan akal atau menahan diri. ”Psikosis”, dari bahasa Yunani “prinsip hidup / animasi”, telah bervariasi penggunaan mengacu pada suatu kondisi pikiran / jiwa. ”Gugup”, dari akar Indo-Eropa yang berarti angin atau twist, otot berarti atau kekuatan, diadopsi oleh fisiologi untuk merujuk kepada proses elektrokimia sinyal tubuh (sehingga disebut sistem saraf), dan kemudian digunakan untuk merujuk kepada gangguan saraf dan neurosis. ”Obsession”, dari akar bahasa Latin yang berarti untuk duduk pada atau duduk melawan, awalnya dimaksudkan untuk mengepung atau dimiliki oleh roh jahat, datang berarti ide tetap yang bisa terurai pikiran.
Dengan meningkatnya madhouses dan profesionalisasi dan spesialisasi kedokteran, ada insentif yang cukup besar untuk petugas medis untuk terlibat. Pada abad ke-18, mereka mulai saham klaim monopoli atas madhouses dan perawatan.Madhouses bisa menjadi bisnis yang menguntungkan, dan banyak meraup keuntungan besar dari mereka. Ada beberapa mantan pasien reformis borjuis yang menentang rezim sering brutual, menyalahkan baik pemilik rumah gila dan tenaga medis, yang pada gilirannya menolak reformasi.
Menjelang akhir abad ke-18, sebuah gerakan moral dikembangkan pengobatan, yang menerapkan pendekatan yang lebih manusiawi, psikososial dan personal. tokoh terkemuka termasuk Vincenzo Chiarugi medis di Italia di bawah kepemimpinan Pencerahan; inspektur Pussin mantan-pasien dan petugas medis psikologis cenderung Phillipe Pinel di Perancis revolusioner, kaum Quaker di Inggris, yang dipimpin oleh pengusaha William Tuke, dan kemudian, di Amerika Serikat, kampanye Dorothea Dix.
Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa.
Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar pada abad ke-19.
Tokoh lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam asylum-asylum tersebut. Sering ia didera dengan pukulan-pukulan dan jotosan-jotosan, dan menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam. Dan banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi kemanusiaan dialaminya dalam rumah sakit jiwa tersebut. Setelah dirawat selama dua tahun, beruntung Beers bisa sembuh.
Di dalam bukunya ”A Mind That Found Itself”, Beers tidak hanya melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi kemanusiaan dalam asylum-asylum tadi, tapi juga menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhannya. Pengalaman pribadinya itu meyakinkan Beers bahwa penyakit mental itu dapat dicegah dan pada banyak peristiwa dapat disembuhkan pula. Oleh keyakinan ini ia kemudian menyusun satu program nasional, yang berisikan:
1. Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
2. Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.
3. Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.
4. Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.
William James dan Adolf Meyer, para psikolog besar, sangat terkesan oleh uraian Beers tersebut. Maka akhirnya Adolf Meyer-lah yang menyarankan agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan sebagai satu gerakan kemanusiaan yang baru. Dan pada tahun 1908 terbentuklah organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri duduk di dalamnya hingga akhir hayatnya
PENDEKATAN KESEHATAN MENTAL
Orientasi klasik
Orientasi klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.

 Orientasi penyesuaian diri
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.

 Orientasi pengembangan potensi
Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat  kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa kesehatan mental hanya
sekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika kita masukkan dalam pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh aspek individu, dengan sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan sosial.

Sumber            :
Bagus Takwin staff UI
Rochman, kholil lur.2010.kesehatan mental.Purwokerto:Fajar Media Press

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS